ETIKA BISNIS
Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, Barat, dan Etika Profesi
3.EA.01
Kelompok 4 :
Adam Revaldi 10214171
Andhika Pamungkas Santosa 11214025
Moh Firman Herdiansyah 16214734
Nurlia 18214229
Reny Tembera 19214072
Rika Ramadani 19214390
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dunia bisnis sangat di sukai oleh banyak orang. Banyak juga yang mencita-citakan profesi ini. Sebagai orang yang ingin berbisnis, kita harus mengetahui mengenai prinsip bisnis itu sendiri. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etika dan bagaimana etika menurut perspektif barat maupun menurut perspektif Islam ?
2. Apa pengertian dari bisnis ?
3. Apa pengertian etika bisnis ?
4. Apa pengertian etika bisnis dalam ekonomi Islam ?
5. Apa saja indikator etika bisnis ?
6. Apa saja prinsip etika dalam berbisnis ?
7. Bagaimana ketentuan umum etika bisnis dalam ekonomi Islam ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan bagaimana etika menurut perspektif barat maupun menurut perspektif Islam.
2. Untuk mengetahui pengertian dari bisnis.
3. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis.
4. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis dalam ekonomi Islam.
5. Untuk mengetahui saja indikator etika bisnis.
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika dalam berbisnis.
7. Untuk mengetahui ketentuan umum etika bisnis dalam ekonomi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Secara etimologi kata etika bersasal dari Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha. “Ethos” yang berarti sikap cara berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin “mos” yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Jadi secara etimologis, etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yangb erkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk, yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya
Menurut Larkin (2000) “Ethics is concerned with moral obligation, responsibility, and social justice” . Hal ini berarti bahwa etika sangat memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban moral, tanggung jawab dan keadilan sosial. Etika yang dimiliki individu ini secara lebih luas mencerminkan karakter organisasi/perusahaan, yang merupakan kumpulan individu-individu. Etika menjelaskan standar dan norma prilaku baik dan buruk yang kemudian diimplementasikan oleh masing-masing karyawan dalam organisasi (Fatt,1995) dan (Louwers,1997). Etika menurut Gray (1994) merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima oleh suatu golongan tertentu atau individu.
Untuk lebih jelas berikut pengertian etika dalam perspektif yang berbeda antara perspektif barat dan perspektif Islam.
2.1.1 Etika dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama, konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.
2. Deontologi
Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus dilakukan. Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mendatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain.
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3. Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
a) Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
b) Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
c) Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
d) Relativisme
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
e) Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
2.1.2 Etika dalam Perspektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.Sistem saluran pemasaran (marketing channel system) adalah sekelompok saluran pemasaran tertentu yang digunakan oleh sbuah perusahaan dan keputusan tentang system ini merupakan salah satu merupakan keputusan terpenting yang dihadapi oleh manajemen. Salah satu peran utama saluran pemasaran adalah mengubah pembeli potensial menjadi pelanggan yang menguntungkan. Saluran pemasaran tidak hanya melayani pasar, tetapi mereka juga harus membentuk pasar.
2.2 Pengertian Bisnis
Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris, yaitu business (Plural business). Mengandung sejumlah arti diantaranya : Commercial activity involving the exchange of moner for goods or services – Usaha komersial yang menyangkut soal penukaran uang bagi produsen dan distributor (goods) atau bidang jasa (services)
Pengertian bisnis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
1. Kegiatan dengan mengarahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud.
2. Kegiatan di bidang perdagangan/perbisnisan..
Bisnis dapat pula diartikan berdasarkan konteks organisasi atau perusahaan yaitu : usaha yang dilakukan orgnisasi atau perusahaan dengan menyediakan produk barang atau jasa dengan tujuan memperoleh nilai lebih (value added). Karena organisasi (perusahaan ) yang menyediakan produk barang atau jasa tentu dengan tujuan memperoleh laba selalu memperhitungkan perbedaan penerimaan bisnis dengan biaya yang dikeuarkan. Maka laba disini merupakan pemicu (driver) bagi pebisnis untuk memulai dan mengembankan bisnis. Bagaimanapun juga pebisnis mendapatkan laba dari risiko yang diambil ketika meginvestasikan sumber daya (modal, skillkeahlian, dan waktu) mereka.
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian bisnis, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan ilmu fikih:
1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
2.2.1 Pengertian Etika Bisnis
Etika Bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturaan main prinsip dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer, karyawan, konsumen dan masyarakat.
Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang ada pada masing-masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud sesuai dengan kebudayaan perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika masing-masing perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder. Tujuan etika bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis dengan “baik dan bersih”. (Erni,2011)
Menurut Bartens etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis. Etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi keseluruhan. Jadi, disni masalah etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan : bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil ? beberapa contoh lain adalah : aspek-aspek etis dari kapitalisme; masalah keadilan sosial dalam suatu masyarakat, terutama berkaitan dengan kaum buruh, masalah utang-utang negara. Pada taraf meso (menengah),, etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi. Organisasi disini berarti perusahaan, serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain.Pada taraf mikro yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
2.2.2 Pengertian Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Etika bisnis Islam tak jauh berbeda dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
A. Riawan Amin menjelaskan dalam bukunya “Menggagas Manajemen Syariah” bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut al-Quran yaitu :
1. Melarang bisnis yang dilakukan denagn proses kebatilan (QS. An-Nisa:29).
Bisnis harus didasari pada kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada pihak yang dirugikan . Orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya, melanggar hak dan berdosa besar (QS. An-Nisa:30). Sementara orang yang menjauhinya, maka akan selamat dan akan mendapat kemuliaaan (QS. An-Nisa:31).
2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. Al-Baqarah:275).
Dengan demikian, bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, negara dan Allah swt
Berdasarkan uraian di atas, kajian ini akan berupaya mencari prinsip-prinsip etika bisnis dalam perspektif al-Quran, yaitu etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al-Quran. Pernyataan ini pada satu sisi bertujuan menolak anggapan bahwa bisnis hanya merupakan aktifitas keduniaan yang terpisah dari persoalan etika dan pada sisi lain akan mengembangkan prinsip-prinsip etika bisnis al-Qur’an, sebagai upaya konseptualisasi sekaligus mencari landasan persoalan-persoalan praktek mal bisnis..
3. Indikator Etika Bisnis
Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan apakah seseorang dan suatu perusahaan telah melaksanakan etika bisnis dalam kegiatan usahanya antara lain adalah: Indikator ekonomi; indikator peraturan khusus yang berlaku; indikator hukum; indikator ajaran agama; indikator budaya dan indikator etik dari masing-masing pelaku bisnis.
1. Indikator Etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2. Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3. Indikator etika bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4. Indikator etika berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai- nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator etika berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6. Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
4. Prinsip Etika Dalam Berbisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
4.2 Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
4.3 Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
4.4 Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan;
4.5 Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis.
Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
b. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
c. Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara pemberi kerja dan pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
a. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
b. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
c. Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak lain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
5. Ketentuan Umum Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Secara detil, terdapat beberapa konsep kunci yang membentuk sistem etika Islam, diantaranya yaitu keesaan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, dan kebajikan.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Penerapannya dalam etika bisnis diantaranya yaitu : pertama, seorang pengusaha muslim tidak akan menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep kepercayaan dan amanah memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus dipergunakan sebaik mungkin. Tindakan kaum muslimin tidak semata-mata merujuk kepada keuntungan, dan tidak mencari kekayaan dengan cara apapun. Ia menyadari bahwa : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan di dunia, namun amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di mata Allah Swt dan tidak baik sebagai landasan harapan-harapan”. Kedua, Seorang pengusaha muslim tidak akan bisa dipaksa (disuap) oleh siapapun untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah Swt. Ia selalu mengikuti alur perilaku yang sama dimanapun ia berada apakah itu di masjid, di dunia kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya, dan ia selalu merasa bahagia. Ketiga, pengusaha tersebut tidak akan berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau para pemegang saham perusahaaan tersebut atas dasar ras, agama, kulit dan lain sebagainya.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا۟ بِٱلْقِسْطَاسِ ٱلْمُسْتَقِيمِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memilki kebebasan untuk membuat kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah Swt, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya. Berdasarkan firman-Nya ;”Hai orang –orang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”. Dalam ayat tersebut, Allah Swt memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memenuhi akad yang telah disepakati. Juga kewajiban bisnis kita kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak tak tertulis mengenai perlakuan layak yang harus diberikan kepada para pekerja .kaum muslimin harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang telah digariskan Allah ..
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Jika seorang pengusaha muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan. Allah Swt berfirman :”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Semua kewajiban harus dihargai kecuali jika secara moral ia salah. Semua perusahaan harus bersikap pro aktif berkaitan dengan persoalan tanggung jawab sosial. Mereka dituntut tampil sebagai pakar-pakar strategi kepercayaan dalam mengembangkan sejumlah piranti keuangan untuk meningkatkan perekonomian umat.
5. Kebenaran : kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. Penerapan konsep kebajikan dalam etika bisnis menurut Al Ghazali, terdapat lima bentuk kebajikan :pertama, jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannya dengan mengambil keuntungan yang sedikit mungkin, jika sang pemberi melupakan keuntungannya, maka hal tersebut akan lebih baik baginya. Kedua, jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga yang sebenarnya. Tindakan seperti ini akan memberikan akibat yang mulia. Bukan suatu hal yang patut dipuji untuk membayar orang kaya lebih dari apa yang seharusnya diterima manakala ia dikenal sebagai orang yang suka mencari keuntungan yang tinggi. Ketiga, dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seorang pebisnis Islam harus bertindak secara bijaksana dengan memberi waktu yang lebih banyak kepada sang peminjam untuk membayar hutangnya dan jika diperlukan, seseorang harus membuat pengurangan pinjaman untuk meringankan beban sang peminjam. Keempat, ketika pebisnis menjual barang secara kredit kepada seseorang, ia harus cukup bermurah hati, tidak memaksa membayar dalam waktu yang telah ditetapkan. Kelima, barang atau uang yang dipinjam harus dikembalikan tanpa diminta.
Meskipun konsep-konsep diatas menuntun kita dalam tingkah laku sehari-hari, konsep-konsep tersebut lebih merupakan deskriptif filsafat etika bisnis Islam. Al-Qur’an dan sunnah melengkapi konsep-konsep ini dengan merumuskan tingkat keabsahan hukum bentuk-bentuk perilaku penting sebagaimana bisnis pengusaha. Dalam melihat perilaku etis seseorang, sangatlah penting bagi kaum muslim baik untuk menghindari hal-hal yang tidak halal dan juga menghindari hal-hal yang tidak halal menjadi sesuatu yang halal. Hal yang sebaliknya juga berlaku sama.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
Pengertian Profesi
6. Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
7. Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi , kode etik , serta proses sertifikasi dan lisensiyang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,kedokteran , keuangan, militer ,teknik desainer, tenaga pendidik.
8. Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
2.2.3. Contoh kasus pelanggaran etika bisnis
1. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Perspektif Islam.
Sebuah pengusaha muslim yang merintis usaha dalam bidang jasa EO umroh dan haji ke tanah suci, pengusaha tersebut mendirikan usaha tersebut atas dasar usaha mandiri, karena merasa bahwa usaha bisnis yang ia rintis adalah hasil jerih payahnya sendiri, kemudian ia lupa kalau bisnis yang ia geluti adalah sebagian dari ibadah yang tujuannya tak lain adalah untuk mengharap ridho Nya dan ia pun merasa bahwa tak ada campur tangan Nya dalam usaha bisnisnya tersebut.
Usaha bisnis pengusaha tersebut berkembang pesat, dan omsetnya pun terus meningkat, akan tetapi hal itu bertolak belakang dengan pelayanan yang ia berikan. Merasa usahanya sudah banyak pelanggan, ia mulai mengabaikan kepuasan pelanggan jasa usahanya. Biaya naik tinggi akan tetapi pengusaha tersebut justru memilih pesawat yang murah tanpa memperhatikan kelayakan dan fasilitas yang ada, penyediaan hotel yang murah serta jaraknya tempuh yang jauh dari pusat kegiatan, catering makan yang sering terlambat, pelayanan kesehatan kurang diperhatikan, keterlambatan pemberangkatan, dan berbagai masalah muncul secara bergantian dan terus menerus.
Masalah yang sangat cepat muncul ternyata ditanggapi biasa oleh managemen pengusaha muslim tersebut, ketika salah satu rekan pengusaha muslim yang sedang mencoba merintis usaha yang sama kemudian mengetahui dan memberikan masukan masukan serta saran kepada pengusaha tersebut kemudian justru ditanggapi dingin dan menganggap rekan bisnisnya tersebut iri dengan kemajuan usahanya tersebut, tak jarang ia justru memaki dan mencoba merebut langganan rekannya tersebut dengan cara cara yang kurang etis.
Selang beberapa lama akhirnya rekan rekan bisnisnya pun gerah dengan kelakuan pengusaha muslim tersebut, akhirnya mereka sepakat untuk membuka kedok pengusaha tersebut dan akhirnya usaha yang berkembang pesat tadi kehilangan banyak pelanggannya dan sedikit demi sedikit pengusaha tersebut mengalami kebangkrutan.
2. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Perspektif Barat.
Indomie adalah merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika Serikat, Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa, hal ini menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu menembuspasar internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan.Namun pemasaran Indomie ke luar negeri bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat terjadi masalah ketika produk Indomie ditarik dari pasaran, berikut ini penjelasannya “Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010 mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di negeri mereka mengandung dua bahan pengawet yang terlarang, sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan "Indomie" dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie.
Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping produk-produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun banyak membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya. Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie.Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produkmereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan adalah mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada persaingan bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada perusahaan PT Indofood secara hukum :
• Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
• Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang berisi “pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
3. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Profesi.
Dewan Pers memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan soal “Dugaan Pembocoran Materi Debat Capres” yang ditayangkan dalam program Seputar Indonesia Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni 2014, dan Seputar Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014. Pada berita tersebut, RCTI mengatakan adanya pembocoran materi debat calon presiden yang menguntungkan pasangan capres-cawapres Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla. Dewan Pers menilai, sumber pemberitaan tersebut tidak jelas. Stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo, yang mendukung pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dinilai tidak memiliki dokumen yang kuat untuk mendukung tudingannya.
“Konfirmasi yang sudah dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU dan tim sukses Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau data yang dapat menjadi landasan teradu dalam memberitakan isu bocornya materi debat capres,” demikian isi putusan Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Jumat (21/11/2014).
Dewan Pers mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap informasi tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip keberimbangan. “Penayangan berulang-ulang berita yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik yang mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak beriktikad buruk,” kata Bagir dalam putusannya. Dewan Pers pun merekomendasikan RCTI untuk mewawancarai Komisioner KPU Pusat selaku prinsipal, dan menyiarkannya sebagai hak jawab. RCTI juga dituntut meminta maaf kepada publik dan menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers.
Hal ini diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D Laksono selaku warga, dan Arian Rondonuwu selaku karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014. Sebelum memutuskan, Dewan Pers telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5 September 2014 untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi Solusi dari kasus ini adalah sebaiknya RCTI yang merupakan statsiun televisi swasta yang cukup besar harus bisa lebih berhati-hati dalam memberikan informasi. Apalagi ini masalah debat capres dan cawapres, secatra tidak langsung pihak RCTI telah memfitnah dari calon capres dan capres terkait.
Karena seorang jurnalis tentunya sudah tau etika jurnalis yang telah di buat salah satunya yaitu harus profesional dalm mengambil situasi. Masyarkat sudah menegetahui bahwa pihak RCTI yang bernaung dalam MNC group memang memilih pasangan PRABOWO-HATTA, ini sungguh angat disayangkan kenapa RCTI bisa melakukan hal itu dan melanggar kode etik.
Diharapkan ini jadi pelajaran bagi RCTI dan seluruh stasiun televisi swasta Indonesia harus bisa lebih professional dalam melakukan pejerjaan nya harus bisa membedakan mana masalah pribadi dan umum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Seperti menurut Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam (1991:11-15) : etika adalah perilaku akhlaq berasal dari Arab, yang artinya sama dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabat. Pengertian akhlaq ialah ilmu yang menentukan baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT adalah untuk menyempurnakan dan atau memperbaiki akhlaq manusia , bukan untuk langsung mengembangkan ekonomi, tapi akhlaq terlebih dahulu.
Prinsip ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada. Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis:
1. Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3. Tidak melakukan sumpah palsu
4. Ramah tamah
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu para pembaca disarankan untuk membaca tentang merncang dan mengelola saluran pemasaran teritegrasi pada referensi – referensi lainnya, agar pengetahuan pembaca makin semakin banyak sehingga memperluas khazanah keilmuan kita bersama
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K., 1997. Etika, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Dwi Suwikyo, 2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ernawan Erni, 2011. Business Ethics, Bandung : Alfabeta
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html
http://baddaysp.blogspot.com/2013/10/pengertian-etika-bisnis-indikator-etika.html
http://www.markazinayah.com/prinsip-dan-etika-bisnis-dalam-islam.html
http://staincurup.ac.id/etika-bisnis-dalam-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar